Toxic productivity adalah dorongan berlebihan untuk terus bekerja dan merasa harus selalu produktif, bahkan saat tubuh dan pikiran sudah lelah.
Fenomena ini makin sering terjadi sejak pandemi, ketika banyak orang merasa harus memaksimalkan waktu di rumah dengan berbagai aktivitas.
Meski sekilas tampak positif, toxic productivity justru bisa memicu burnout hingga mengganggu kesehatan fisik dan mental. Yuk, kenali ciri-cirinya dan cara mengatasinya sebelum berdampak lebih jauh!
Toxic productivity adalah kondisi ketika seseorang memaksakan diri atau orang lain untuk terus bekerja secara berlebihan demi meraih kesuksesan, tanpa memedulikan kesehatan fisik, mental, maupun emosional.
Akibatnya, keseimbangan hidup terganggu, hubungan sosial menurun, dan risiko burnout meningkat. Orang dengan toxic productivity biasanya merasa bersalah saat beristirahat, selalu ingin sibuk, dan tidak pernah puas dengan hasil kerjanya.
Tekanan untuk terus produktif hingga merasa bersalah saat tidak melakukan apa-apa bisa menjadi tanda utama dari kondisi ini.
Istilah ini juga berkaitan dengan workaholic, yaitu individu yang terbiasa bekerja berlebihan dan menjadikan pekerjaan sebagai pelarian dari masalah hidup. Bedanya, toxic productivity lebih sering dipicu oleh tekanan dari lingkungan atau budaya kerja.
Selain itu, toxic productivity juga lekat dengan hustle culture, yakni pandangan yang memuja kerja keras tanpa henti demi kesuksesan. Sayangnya, jika dijalani tanpa keseimbangan, gaya hidup ini bisa berdampak buruk bagi kesehatan fisik dan mental.
Baca juga: Apa Itu Toxic Positivity? Pahami Contoh dan Dampaknya!
Sekilas, toxic productivity mungkin terlihat seperti hal yang positif, selalu terlihat semangat bekerja, produktif tiap hari, dan terus mengejar target. Tapi hati-hati, tanpa disadari pola ini bisa bikin kamu kelelahan fisik dan mental. Supaya bisa lebih waspada, kenali ciri-ciri toxic productivity berikut ini:
Terlalu memaksakan diri untuk terus produktif bisa berdampak serius, baik secara fisik maupun mental. Berikut beberapa dampak negatif dari toxic productivity yang perlu kamu waspadai:
Baca juga: 5 Ciri-Ciri Burnout dan Cara Mengatasinya secara Sederhana
Toxic productivity sering muncul karena paparan media sosial yang menampilkan kesuksesan orang lain di usia muda, standar hidup tinggi, serta figur-figur sukses yang dijadikan panutan.
Hal ini bisa memicu rasa iri dan ambisi berlebihan hingga membuat seseorang merasa bersalah jika tidak terus-menerus produktif.
Faktor lain yang turut berperan adalah tekanan lingkungan, ritme kerja yang semakin cepat, dan kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain.
Menurut penelitian berjudul Toxic Management, How to Discover, Prevent and Cure Negative Impacts to Productivity of Individuals, Teams and Organizations, praktik manajerial toksik turut memperburuk produktivitas dengan menciptakan lingkungan kerja yang tidak sehat, kurang empati, dan adanya dinamika yang melindungi perilaku destruktif dari individu tertentu.
Selain itu, jurnal berjudul The Impact Of Toxic Workplace Environments On Employee Productivity: A Systematic Literature Review, menemukan bahwa lingkungan kerja yang toksik, seperti pelecehan, intimidasi, dan perundungan juga meningkatkan stres kerja dan menurunkan produktivitas serta kepuasan hidup karyawan.
Supaya kamu tidak terjebak dalam toxic productivity, penting buat mulai mengatur ulang cara kamu bekerja dan beristirahat. Berikut beberapa cara yang bisa kamu lakukan untuk menghindari toxic productivity.
Mindfulness adalah latihan untuk menyadari dan menerima kondisi saat ini tanpa menghakimi. Dengan membiasakan diri mempraktikkannya, kamu bisa lebih peka terhadap kebutuhan tubuh dan pikiran.
Selain membantu menjaga kesehatan, mindfulness juga meningkatkan kemampuan berpikir logis dan kritis sehingga kamu bisa menjalani hidup lebih seimbang dan terhindar dari toxic productivity.
Tentukan aturan sederhana yang wajib kamu patuhi, seperti tidak menggunakan ponsel saat makan, istirahat setelah tiga jam bekerja, membatasi jam kerja maksimal 40 jam per minggu, dan memastikan makan setidaknya dua kali sehari. Aturan ini membantu menjaga rutinitas tetap seimbang.
Kalau kamu merasa sulit mengontrol diri sendiri, coba minta bantuan orang terdekat untuk memantau aktivitas harianmu. Pilih seseorang yang bisa dipercaya dan mampu memberi saran positif saat produktivitasmu mulai berlebihan.
Istirahat bukan berarti kamu lemah, melainkan kebutuhan. Dengan istirahat yang cukup, kamu bisa bekerja lebih fokus dan produktif. Kalau produktivitas jadi prioritasmu, pastikan juga waktu istirahatmu terpenuhi setiap hari.
Agar terhindar dari toxic productivity, tetapkan tujuan yang masuk akal dan mudah dicapai. Bersikap fleksibel juga penting, tak masalah menyesuaikan rencana atau mengurangi satu-dua aktivitas jika ada perubahan agenda. Ingat, produktivitas bukan perlombaan.
Itulah penjelasan tentang toxic productivity yang bisa memicu burnout jika dibiarkan terus-menerus. Saat tuntutan untuk terus produktif mulai membuatmu lelah secara fisik maupun mental, penting untuk segera mengambil jeda dan memprioritaskan kesehatan.
Untuk membantu tubuh dan pikiran lebih rileks di tengah padatnya aktivitas, kamu bisa coba gunakan Plossa aromatherapy dari Enesis Group.
Dengan kandungan eucalyptus, Plossa membantu meredakan otot yang tegang akibat stres. Cukup hirup aromanya atau oleskan di area tubuh tertentu, lalu pijat dengan ujung tumpulnya untuk sensasi relaksasi yang menyenangkan.
Yuk, jaga keseimbangan produktivitas dan kesehatanmu dengan Plossa!
Baca juga: 10 Tips Produktivitas Kerja Biar Gak Cepat Burnout, Yuk Coba!