hak cuti karyawan
Desember 4, 2025 Karir

Jenis-Jenis Hak Cuti Karyawan dan Aturannya Menurut UU Terbaru

Setiap orang berhak mendapatkan waktu istirahat dari tekanan kerja yang berat. Di dunia kerja, hak ini dikenal dengan istilah cuti. Cuti bukan hanya sekadar waktu libur, tetapi bagian dari kesejahteraan karyawan yang dijamin oleh undang-undang.

Melalui hak cuti, kamu bisa memulihkan tenaga, menjaga kesehatan mental, dan tetap produktif setelah kembali bekerja. Namun, sayangnya masih banyak karyawan yang belum memahami secara utuh apa saja jenis-jenis hak cuti yang dimiliki dan bagaimana aturan hukumnya di Indonesia.

Agar kamu tidak bingung saat ingin mengajukan cuti, yuk, pahami berbagai jenis hak cuti karyawan serta ketentuannya yang diatur dalam undang-undang terbaru berikut ini!

Jenis-Jenis Hak Cuti Karyawan

Setiap karyawan memiliki hak cuti yang berbeda tergantung situasi, kebutuhan, dan masa kerja. Undang-undang telah mengatur dengan jelas jenis-jenis cuti yang bisa kamu manfaatkan selama bekerja di perusahaan.

1. Cuti Tahunan

Cuti tahunan adalah hak dasar yang diberikan kepada setiap karyawan setelah bekerja selama 12 bulan berturut-turut di perusahaan yang sama. Berdasarkan Pasal 79 ayat (2) huruf c UU Ketenagakerjaan, karyawan berhak atas sekurang-kurangnya 12 hari kerja cuti tahunan.

Dalam beberapa perusahaan, cuti tahunan bisa diakumulasikan ke tahun berikutnya, tetapi ada juga yang menerapkan sistem hangus bila tidak digunakan.

2. Cuti Sakit

Cuti sakit diberikan kepada karyawan yang tidak dapat bekerja karena alasan kesehatan. Kamu tetap berhak mendapatkan upah penuh selama masa sakit, asalkan melampirkan surat keterangan dari dokter.

Pembayaran upah selama cuti sakit diatur dalam Pasal 93 ayat (3) UU Ketenagakerjaan, yaitu:

  • 4 bulan pertama: 100% gaji.
  • 4 bulan kedua: 75% gaji.
  • 4 bulan ketiga: 50% gaji.
  • Dan setelah itu, 25% gaji hingga perusahaan memutuskan hubungan kerja (PHK) sesuai ketentuan hukum.

3. Cuti Melahirkan dan Cuti Istri Melahirkan

Karyawan perempuan memiliki hak cuti melahirkan selama 3 bulan, biasanya dibagi 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelahnya. Hak ini tertuang dalam Pasal 82 ayat (1) UU Ketenagakerjaan.

Sementara itu, karyawan laki-laki berhak atas 2 hari cuti saat istrinya melahirkan, sebagaimana diatur dalam Pasal 93 ayat (2). Ketentuan ini bertujuan untuk memberi waktu bagi suami mendampingi proses kelahiran dan menyiapkan kondisi keluarga.

4. Cuti Haid

Bagi karyawan perempuan, ada pula hak untuk tidak bekerja pada hari pertama dan kedua masa haid apabila merasa sakit. Hal ini tercantum dalam Pasal 81 UU Ketenagakerjaan.

Walau sering diabaikan oleh sebagian perusahaan, cuti haid tetap merupakan hak yang sah selama karyawan memberitahukan kepada pihak perusahaan.

5. Cuti Menikah

Cuti menikah diberikan kepada karyawan yang akan melangsungkan pernikahan. Berdasarkan Pasal 93 ayat (4) huruf a UU Ketenagakerjaan, karyawan berhak mendapatkan libur selama 3 hari kerja dengan tetap menerima gaji penuh.

Biasanya cuti ini diajukan dengan menyertakan surat pemberitahuan atau undangan pernikahan sebagai bukti administratif.

Baca Juga: 17 Alasan Cuti Kerja yang Masuk Akal & Mudah Disetujui Atasan

6. Cuti Kematian Anggota Keluarga

Cuti ini diberikan kepada karyawan yang mengalami musibah kematian anggota keluarga dekat, seperti:

  • Suami atau istri.
  • Orang tua atau mertua.
  • Anak atau menantu.

Karyawan berhak atas 2 hari cuti kerja dengan upah penuh, sesuai Pasal 93 ayat (2) huruf f UU Ketenagakerjaan.

Jika yang meninggal bukan keluarga, maka izin biasanya tetap bisa diajukan namun tergantung kebijakan perusahaan.

7. Cuti Haji atau Umrah

Cuti haji atau umrah tidak secara eksplisit diatur dalam UU Ketenagakerjaan, namun umumnya tercantum dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama (PKB).

Kebanyakan perusahaan memberikan cuti khusus ibadah haji selama masa keberangkatan (sekitar 40–45 hari) dengan status cuti di luar tanggungan perusahaan, artinya karyawan tidak menerima gaji penuh selama periode tersebut kecuali diatur lain dalam kebijakan internal.

Untuk ibadah umrah, yang durasinya lebih singkat, beberapa perusahaan memberikan cuti selama 7–14 hari.

8. Cuti Mengkhitankan atau Membaptiskan Anak

Cuti ini diberikan kepada karyawan yang akan melaksanakan prosesi khitan (sunat) atau pembaptisan anaknya. Berdasarkan Pasal 93 ayat (2) huruf d UU Ketenagakerjaan, karyawan berhak atas 2 hari cuti kerja dengan upah penuh.

9. Cuti Bersama

Cuti bersama biasanya ditetapkan oleh pemerintah dalam rangka hari libur nasional. Cuti ini bersifat kebijakan, bukan kewajiban perusahaan.

Jika perusahaan mengikuti kebijakan cuti bersama, biasanya cuti tersebut dapat memotong jatah cuti tahunan, tergantung kebijakan internal masing-masing perusahaan.

Aturan Hak Cuti Karyawan

Aturan tentang hak cuti karyawan di Indonesia diatur dalam beberapa peraturan, terutama UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja beserta peraturan turunannya. Berikut penjelasan mengenai hak cuti karyawan berdasarkan kedua UU tersebut.

Berdasarkan UU Ketenagakerjaan (UU No. 13 Tahun 2003)

UU ini menjadi dasar utama bagi seluruh hak cuti karyawan di Indonesia. Beberapa pasal penting yang mengatur hak cuti antara lain:

  • Pasal 79: Mengatur tentang waktu istirahat, termasuk cuti tahunan minimal 12 hari kerja setelah 12 bulan bekerja.
  • Pasal 81: Memberikan hak cuti haid bagi karyawan perempuan.
  • Pasal 82: Menjamin hak cuti melahirkan selama 3 bulan dan cuti keguguran selama 1,5 bulan.
  • Pasal 93: Menyebutkan bahwa karyawan tetap berhak atas upah penuh meskipun tidak bekerja karena alasan penting seperti menikah, sakit, atau anggota keluarga meninggal dunia.

UU Ketenagakerjaan menegaskan bahwa cuti merupakan hak, bukan fasilitas tambahan. Artinya, perusahaan tidak boleh menghapus atau menggantikan hak cuti dengan imbalan uang tanpa persetujuan karyawan.

Berdasarkan UU Cipta Kerja dan PP No. 35 Tahun 2021

Setelah terbitnya UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020, beberapa ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan diperbarui melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja, dan Waktu Istirahat.

Dalam aturan baru ini, hak cuti tetap dilindungi, tetapi ada penegasan mengenai fleksibilitas penerapan di perusahaan. Misalnya, waktu dan tata cara cuti dapat diatur lebih rinci dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Cuti tahunan tetap wajib diberikan minimal 12 hari, tetapi perusahaan bisa menyesuaikan pengaturannya agar tidak mengganggu produktivitas. Kebijakan seperti ini mencerminkan dukungan terhadap keseimbangan kebutuhan karyawan dan kepentingan perusahaan.

Nah, jika kamu ingin bekerja di lingkungan yang work life balance, suportif, sistem kompensasi yang adil, serta fasilitas yang membuatmu berkembang, saatnya kamu gabung bersama Enesis Group!

Di sini, kamu akan menemukan tempat kerja yang mendukung pertumbuhan karier, bos yang asyik, serta rekan kerja anti toxic. Jadi, tunggu apa lagi? Jangan ragu untuk gabung bersama Enesis sekarang karena kiprahnya telah terbukti sejak tahun 1988!

Baca Juga: Lakukan Kegiatan Ini Supaya Lebih Produktif Saat Cuti

Related article